Jurnal 30, Bab 5, Yang Tersayang
Yang Tersayang,
Aku tidak tahu seperti apa dirimu. Aku tidak tahu apakah kau ada ataukah hanya akan menjadi harapan semu atas kenaifanku.
Aku tidak tahu apakah aku akan memiliki kesempatan untuk bertemu denganmu. Ataukah kesempatan itu tidak pernah ada. Aku tidak tahu dan tak pernah lagi berharap lebih banyak dari hari ini.
Jam pasirku sudah membuatku belajar untuk menerima kenyataan.Bahwa kau mungkin tidak akan pernah datang. Bahwa kau mungkin tidak akan muncul dengan menunggangi kuda yang akan menyelamatkanku dari sebuah kastil yang dijaga oleh naga yang kesepian. Yang marah karena dia tak memiliki seseorang untuk mendampinginya seperti yang lain.
Aku bahkan merasa seperti sang naga meskipun aku tahu ini semua akibat dongeng naif yang dicekoki semasa kecil. Yang membuatku menjadi naif dengan harapan yang tidak masuk akal.
Kau mungkin tidak akan pernah datang dengan kuda karena itu sangat konyol.Ya, aku tahu itu.Aku bahkan tidak akan mau menaikinya apalagi ketika aku memakai gaun panjang. Itu akan sangat sulit sekali.
Jadi, jika kau berencana datang dalam kehidupanku, bisakah kau tidak membuatku jadi begitu sulit? Aku sudah menempuh perjalanan sulit untuk mencapai tempat dimana kita akan bertemu.Aku menemui banyak hambatan. Aku menemui pangeran-pangeran yang aku pikir adalah dirimu. Tapi waktu yang maha bijak memberitahuku bahwa mereka bukan dirimu.
Aku harus menelan pil-pil pahit itu. Aku harus merasakan khayalan semu yang membuatku melayang ke langit tujuh dan setelah itu aku ditarik jatuh, menabrak tanah dengan kerasnya. Membuat diriku remuk.Lagi dan lagi.
Terkadang aku merasa tidak ingin lagi. Kadang aku menggali lubang dan menyembunyikan diriku disana. Agar si Cupid yang brengsek itu tidak akan pernah menemukanku. Tapi dewi cinta yang egois selalu memberitahu mahluk berbentuk bocah itu kemana ia harus pergi dan lagi aku tertusuk panahnya. Tepat dijantungku.
Aku terbuai ke alam lain dan bermimpi. Tapi tiap mimpiku berakhir karena aku harus membuka mata.Terbangun dan melihat kenyataan. Bahwa bukan mereka yang seharusnya di dalam mimpiku. Mereka bukan dirimu.
Aku mencari cara untuk menemui sang dewi. Agar ia berbaik hati padaku. Agar aku tidak perlu menjadi korban panahan dari bocah suruhannya yang entah bagaimana bisa memiliki sebuah senjata berbahaya yang berpotensi melukai orang lain.Bocah mengerikan dengan senyum tanpa dosa yang membidikmu dengan anak panah.
Kau tidak tahu rasanya bagaimana aku harus berjuang disini hanya untuk menemukanmu, bukan?Kadang aku berpikir apakah kau juga mengalami hal yang sama sepertiku?Apakah kau melalui perjuangan yang sama beratnya untuk menemukanku?
Ini konyol, bukan?
Bagaimana aku bisa sebodoh ini dalam berpikir.Betapa aku tampak merana.Tapi pada kenyataannya aku memang merana dan kadang aku hanya ingin tampak tidak seperti itu.Tapi segala hal tampaknya tidak bisa diajak berkompromi dan suka tidak suka aku tetap harus menghadapinya.
Kadang aku ingin mengibarkan bendera putih untuk menyatakan betapa aku menyerah pada perjalanan yang panjang untuk menemukanmu.
Ini seperti berada di sebuah maze dan aku tidak tahu aku tersesat dimana. Berteriak minta tolong pada siapa?Tentu bukan pada dirimu.Tentu bukan.Tapi mereka yang kutemui menemaniku untuk melewati lorong tak terbaca itu. Lorong demi lorong.
Seperti tongkat estafet, mereka menyerahkanku pada yang lain dan yang lain kemudian yang lain sampai akhirnya kau yang membawaku.
Aku merasakan berbagai hal. Menyadari bahwa segala pertanyaanku tentang mengapa aku harus bertemu mereka sebelum bertemu denganmu telah terjawab sedikit demi sedikit. Pertemuanku dengan mereka mengajariku bagaimana caranya menghadapimu. Mengajariku bagaimana aku seharusnya mencinta. Bagaimana seharusnya memiliki seseorang yaitu dirimu.
Masing-masing dari mereka telah mengajarkan padaku bagaimana aku harus memperlakukanmu. Segala kecerobohanku, keegoisanku, kekakuanku, kebodohanku, ketidakpedulianku dan apapun yang tampaknya akan membuatku menyulitkan kita berdua, perlahan-lahan mulai terkikis.
Ketukan mereka pada hatiku yang keras menjadikan aku lebih lembut. Kegigihan mereka membuatku menjadi pribadi yang dapat merasakan sebuah kehangatan. Mereka mengisi lubang yang kosong dalam diriku dengan kasih sayang. Menjadikanku tenang dan ingin membuat yang lain juga merasakannya.
Entah akan ada berapa pangeran lagi yang akan kutemui sebelum kita bertemu. Meskipun aku sudah dekat pada garis akhir untuk menyerah dalam perjalanan panjang ini, ada sebuah harapan yang menyala dalam diriku. Yang terus menyinari tiap langkahku. Yang membawaku padamu.
Mungkin aku akan bertemu denganmu suatu saat nanti. Mungkin juga tidak jika ternyata disana kau sudah lebih dulu menyerah.Tapi apapun yang terjadi aku tidak akan tergesa-gesa lagi.
Aku tidak akan memaksa. Aku hanya akan menikmati segala perjalanan ini. Menikmati segala keindahan dan kebusukannya.
Segala kebahagiaan dan kepedihannya
Ya, segalanya
Jadi, jika kita tidak bertemu nanti, sama sekali, maka izinkan aku mengatakan ini padamu:
Aku tidak akan pernah menyesal
Ya, aku tidak pernah menyesal karena tidak bertemu denganmu
Karena apa? Karena di dalam perjalanan untuk sampai padamu, aku telah menemukan orang-orang yang luar biasa. Yang meskipun pada akhirnya menghancurkan hatiku berkeping-keping. Membuatku luka begitu dalam. Membuatku jatuh ke dalam lubang yang gelap. Mereka ternyata telah memberiku sebuah kesempatan yang luar biasa dalam kehidupan yang singkat ini.
Kesempatan untuk merasakan bagaimana mencintai dan dicintai. Sebuah seni dalam kehidupan yang perlu diasah terus menerus agar menjadi lebih baik ke depan. Menjadikanku melihat kekuranganku dan belajar untuk mengatasinya
Aku puas dengan proses pembelajaran itu.Aku puas sekali.Jadi Sayangku, aku harap kau menikmati perjalananmu disana.
Tak mengapa kita tak bertemu.Kau dan aku mungkin lebih baik tidak bertemu. Mungkin kita hanya akan menjadi harapan satu sama lain.
Ya, sebuah harapan yang membuat kita percaya bahwa pada kesempatan berikutnya kita akan menemukan orang yang lebih baik dari hari ini.
- Amalia FR (7 April 2018)
Comments
Post a Comment