Bab 3 - Sosok Lama
Langit mendung dan petir menggelegar.
Ya, dan udara berubah menjadi jauh lebih dingin di kamarku yang sudah begitu dingin. Suhu yang kuatur di angka enam belas derajat celcius membuatku enggan bergerak dan hanya bergulung ke dalam selimut tebal. Lebih dalam lagi bahkan.
Aku memastikan bahwa suara Ella Fitzgerald saat menyanyikan All The Things You Are tidaklah hilang. Tidak kalah dengan bunyi yang terjadi di luar kamarku. Aku memastikan bahwa aku menaikkan volume suaranya sampai ke tahap tertinggi dan suara Ella menggema di dinding kamarku dengan sangat baiknya.
Sekarang apa?
Aku bertanya kembali ke diriku.
Berada di tahap awal kembali akan menjadi sangat menyenangkan jika kita memiliki energi yang meletup.
Tapi seluruh energiku telah tertarik habis. Untuk membenahi masa lalu yang begitu pelik. Memperbaiki semua kerusakan yang ada serta berhasil bernapas setelah tenggelam pada sebuah hubungan yang begitu melelahkan dengan waktu yang tidaklah singkat.
Jadi aku hanya butuh mengumpulkan energi ,meskipun sebagian diriku sudah ingin segera berlari ke sana kemari. Tapi aku memutuskan untuk tidak menjadi impulsif. Tidak untuk saat ini.
Jadi aku menginstall dating appku yang telah lama kutinggalkan. Mungkin saatnya kembali berselancar. Mencari berbagai profile yang menyenangkan. Tentang orang-orang yang ingin menikmati kehidupan yang singkat ini. Membaca kata-kata yang dijual oleh mereka dengan sangat apik pada lamannya. Memastikan bahwa karenanya akan ada seseorang yang menyapa. Bahkan salah satu dari mereka mengatakan menyukai perempuan feminis yang akan berani menyapa lebih dulu. Suatu pancingan yang menurutku tidak lagi menarik.
Oh ayolah, tidak perlu menjadi seorang feminis untuk memulai percakapan. Apabila memang tertarik, terlepas apapun gendernya, maka kita akan dapat memulai melakukan pendekatan. Kecuali rasa gengsi yang begitu besar, maka itu akan menjadi sesuatu yang berbeda.
Jadi, apakah aku membutuhkan mereka? Pada akhirnya aku berpikir kenapa tidak. Jadi aku menyukai satu, dua, tiga dari mereka dan berpikir mungkin salah satunya akan bisa diajak berbicara dalam waktu kurang dari seminggu dan setelahnya salah satu dari kami akan menghilang entah kemana.
Jadi setelahnya aku berhenti melihat sekumpulan laki-laki yang tengah menjual dirinya, lalu memutuskan pindah ke aplikasi lainnya. Para lelaki itu dengan ironisnya mengingatkanku pada seseorang.
Ya, aku melihatnya. Tampak bahagia.
Satu-satunya yang menghalangi kami bersama adalah ia milik orang lain. Jadi, ini akan sangat tidak menarik jika harus berbuat sesuatu yang bodoh. Atau kata lainnya : bersama. Kadang aku berharap ia bercerai, tapi itu adalah pikiran terkejam yang tidak layak berada di dalam kepalaku.
Meskipun begitu aku teringat kembali masa-masa bodoh yang ada dan aku merindukannya. Sedikit. Aku ingat bahwa aku melakukan ciuman pertamaku dengannya. Ciuman itu tidaklah menarik karena mataku terbuka dan itu cukup aneh. Jadi kami mengakhirinya dengan kata-kata yang konyol sambil tertawa. Atau ketika akhirnya dia datang di tengah malam hanya untuk menemani makan es krim. Atau datang ke tempat dimana aku sedang menginap dan kita hanya duduk bertatap muka sambil tertawa dengan aku memakai pakaian pasanganku saat itu. Ah, seandainya aku bertemu dengannya lebih awal, apakah hubungan yang diantara kami berdua akan menjadi lebih baik? Atau justru sebaliknya akan berakhir lebih cepat dari yang diharapkan.
Jadi aku berhenti. Menahan diriku untuk menyapanya.
Mungkin aku hanya butuh menunggu energiku terkumpul. Selanjutnya aku dapat melanjutkan kembali usahaku untuk merancang apa yang akan kulakukan selama sisa hidupku. Jelas, aku harus mempertanggungjawabkan keputusan yang telah kupilih. Keputusan untuk memilih hidup dan menjalaninya.
***
- Jurnal 30
Amalia FR
Comments
Post a Comment