Jurnal 30 - Bab 2

Tidak ada yang menjelaskan bahwa usia 30 adalah proses penelanjangan diri. Ini sebuah proses yang membuat kita tersadar bahwa segalanya benar-benar nyata.

Ya, aku memikirkan banyak hal ketika lebih muda , namun itu hanyalah sekedar teori. Tidaklah benar-benar nyata. Mungkin karena masa itu terlalu sibuk mengurusi berbagai hal dan pada akhirnya pada usia 30 segalanya menjadi begitu solid.

Karena ini mendekati pertengahan ajal? Ataukah ini hanya sugesti semata? Ataukah ini hanyalah fakta bahwa kita sudah cukup mapan untuk bisa melakukan intropeksi.

Mapan waktu.

Ini bukan lagi soal untuk menjadi yang terbaik. Menunjukkan segala keunggulan. Namun ini menjadi persoalan penerimaan diri dan penyerapan ke dalam kehidupan yang masihlah belum benar terjamah.

Tidak ada yang memberitahuku bahwa ini akan menjadi usia yang krusial. Mungkin karena aku tak pernah bertanya. Namun ini merupakan gerbang menuju ke gerbang penelanjangan diri yang lebih dalam. Sehingga jika cara menjalaninya begitu buruk tentu tidak akan punya banyak waktu untuk merevisinya pada proses berikutnya.

Jadi ini menyeramkan, tidak untuk semua orang memang. Ini seperti membaca kembali daftar kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan. Yang akan menyerang lebih dari sekali dan lebih dari satu arah. Meminta didahulukan, seperti anak kecil yang manja yang tak bisa dibujuk untuk diam. Untuk bernapas sebentar saja.

Tapi ini tidaklah buruk, tidak benar-benar buruk. Ini seperti merapikan benang yang kusut supaya tidak mengikat diri dengan cara yang salah. Yang membuat kita tergantung dengan cara yang menyiksa. Kita hanya harus tahu bagaimana cara mengikatnya agar menjadi satu kesatuan yang apik.

Ini akan menjadi brutal tapi tidaklah sebrutal masa SMA. Tidak ada yang melakukan penindasan selain keputusan bodoh yang dilakukan ketika masih lugu. Ini akan menindas sampai kita ingin berteriak pada diri kita di masa lalu.

Jadi aku berjalan, dengan kepala penuh, mempertanyakan apa yang harus kulakukan.

Aku berjalan menuju ke jendela, menatap langit mendung dan ada seseorang dibawah sana. Ah ya, dia tampan dan sedang sibuk dengan ponselnya. Aku memperhatikannya.

Apakah dia sadar bahwa aku sedang memperhatikannya?

Jelas tidak. Bukankah kita semua terlalu sibuk sampai tidak tahu apa yang tengah terjadi di sekitar kita?

- Jurnal 30, Bab 2, AFR

Comments

Popular Posts