Bab 5 - Pemberian Cecane

Cecane duduk dengan susah payah.

Napasnya terdengar begitu berat.

Ikegaard mengenggam tangannya yang kurus dan kering.

"Aku tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi," Cecane menatap dengan gelisah. Mata kuningnya tak lagi bercahaya.

Ikegaard menganguk.

"Kau harus membunuhku," gumam Cecane, serak. "Ambillah jantungku dan.."

Ikegaard nampak sedih melihat sahabatnya itu. Mereka berdua dulu adalah pemanah terhandal yang pernah dimiliki Naehea. Mereka berdua dan Sans. Namun Cecane terlalu keras kepala untuk mengikuti perintah Aphrodite dan dia menyerang Aphrodite dengan panahnya.

Tapi panahnya rusak dan membakar tangannya, membuatnya menjadi perak dan terkutuk. Itulah kutukan yang diberikan oleh Aphrodite pertama kalinya.

Cecane adalah Eros pertama yang melakukan peperangan terbuka dengan Aphrodite. Namun Aphrodite telah memberikan maafnya ketika pertama kali Cecane memohon ampun akibat siksaan yang diterima di tangannya.Setelah Cecane menjadi Eros kembali, ia justru mendapati beberapa Eros membangkang dan ia pun kembali berjuang bersama mereka.

Cecane menyerukan pemberontakan besar-besaran dan membuat marah Aphrodite. Sang dewi kemudian langsung mengutuk para kaki tangannya dan membunuh langsung di tempat atas orang-orang terkasih mereka.

Ratusan Eros yang tidak tahu apa-apa kemudian dijadikan tumbal oleh Aphrodite. Mereka dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup di langit. Membuat langit pada malam yang berbintang itu, merah penuh dengan jeritan kesakitan.

Sejak itu para Eros menjadi begitu ketakutan dan mengucap sumpah setia pada Aphrodite untuk sisa hidup mereka. Ikegaard membenci hal itu dan terus berperang melawan bersama Cecane beserta ketiga Aslan lainnya. Sans memilih untuk terus menjadi pengikut setia Aphrodite.

Ketiga Aslan lainnya bernama Ereon, Gin, dan Lor memutuskan untuk menyelamatkan diri mereka ke sebuah pulau bernama Adapa dan mengajak Cecane dan Ikegaard ikut dengan mereka. Namun Aphrodite mengetahuinya dan menghancurkan pulau itu lalu menjadikan ketiganya sebagai sebuah pohon bernama Silas.

Pohon yang kemudian dikeramatkan oleh para manusia. Pohon yang akan memberikan kesempatan bagi siapapun untuk membunuh dirinya atau orang yang disayanginya. Pohon yang kemudian memenjarakan para Aslan tersisa seperti Cecane dan Ikegaard. Mereka tidak dapat keluar dari pulau itu dan diharuskan untuk mencabut nyawa manusia sebanyak mungkin sebelum akhirnya mati karena merasakan kesengsaraan yang diderita manusia yang mereka pedulikan.

"Aku tidak mungkin bisa mengambil jantungmu, Cecane," Ikegaard menolak.

Cecane menggenggam tangan Ikegaard. Dulu ia adalah pria tampan yang sangat digemari di kalangan para Eros.Wajah tirusnya yang terpahat dengan mata elangnya yang tajam mampu membuat semua orang terpesona padanya. Bahkan Aphrodite sangat menyayanginya.

Namun Cecane memilih untuk kehilangan segalanya daripada harus memohon ampun kedua kalinya pada Sang Dewi. Di akhir hayatnya kelak, dia memilih untuk mengahadapi kematian dengan lebih tegar.

Ikegaard terduduk di samping Cecane. Mencoba berpikir sesuatu yang indah. Namun tak ada lagi keindahan. Sebentar lagi dia akan menjadi sebatang kara, di pulau penuh duka dan kebencian ini.

Cecane meletakkan tangan Ikegaard ke dadanya dan terasa oleh Ikegaard debaran jantung yang tidak beraturan dan cepat.

Cecane memaksa tangan Ikegaard masuk ke dalamnya dan dia menjerit kesakitan. Ikegaard bisa merasakan segala memori tentang manusia yang telah diserap oleh Cecane.

Lolongan penuh rasa sakit yang begitu dalam dari berbagai sudut. Air mata. Harapan yang telah sirna. Labirin yang gelap. Wajah-wajah tanpa harapan. Menunggu kematian.

Ikegaard terpental dan merasakan degupan jantung di tangannya. Jantung itu berwarna putih perak dan berbentuk prisma putih. Di hadapannya, Cecane mulai bergerumul dalam kabut hitam dan jeritan melengking terdengar dari segala arah.

Ikegaard bisa melihat ketakutan di mata Cecane dan kabut itu masuk menutup mulut Cecane. Membuatnya tersedak dan kesulitan bernapas. Ia tercekik dan pelan-pelan seluruh batang Silas membentuk jarum runcing dan panjang. Bersama, mereka terus - menusuk Cecane. Lagi dan lagi.

Ikegaard terhenyak.

Ia meletakkan jantung Cecane ke dadanya dan dengan cepat Cecane terasa menyatu dengannya. Ikegaard merasakan debaran yang sangat panas di dadanya. Terasa terbakar kemudian menjadi sangat dingin. Namun ia dapat merasakan tubuhnya menjadi ringan.

Ketika menengok ke belakang, ia dapat melihat sayap kuning besar menyapanya.

Ya, sayapnya telah kembali.

Ikegaard merasa hidup kembali.

***

-Aslan Sang Pemberontak

Amalia FR

Comments

Popular Posts