Jurnal 30 - Bab 3 - Seperti Charlie Gordon

Aku seperti Charlie Gordon.

Yang menulis segala hal sebelum detik-detik masa penuh hal yang luar biasa dalam hidupnya berakhir. Tidak benar-benar seperti dia memang.Tapi kadang aku berpikir bahwa ada kesamaan di antara kami berdua. Bahwa kami sama- sama sadar akan berakhirnya suatu hal yang tidak ingin kami akhiri. Tapi kami tahu bahwa segalanya harus berakhir. Tidak ada yang bisa dilakukan selain melihatnya berakhir begitu saja.

Mungkinkah seperti itu, Charlie? Ataukah aku terlalu memaksakan diri untuk menyamakan apa yang kau alami dengan apa yang kualami?

Kalian lihat betapa egoisnya aku menyamaratakan semua keadaan . Aku memukul diriku untuk melihat kenyataan dan pukulan itu menyakitkan.Tapi tentu saja tidak lebih sakit dari penerimaan kenyataan.

Tapi apa yang kau dan aku miliki, Charlie?

Kita hanya punya waktu yang terbatas untuk melepaskan apa yang telah kita miliki. Kita terus mendokumentasikan pikiran, tentang segala hal sampai pada akhirnya sang waktu datang membawakan masa bagi kita untuk berhenti.

Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan mendapatkan momen-momen terbaikku kembali .Tapi segala hal memang ada waktunya, bukan?

Aku sempat berpikir untuk bertahan di tempat tergelap . Mungkin karena aku terlalu takut untuk melepaskan apa yang terbaik yang pernah ada dalam hidupku. Kau tahu? Aku seolah sedang menahan diriku .Agar aku tidak merasakan luka itu.

Luka akan kehilangan dan kemungkinan tidak akan menemukan pengganti yang lebih baik .Tapi tentu saja waktu yang baik pada akhirnya akan membawaku pada masa dimana aku menemukannya lagi. Masa dimana aku akan merasa sangat baik. Dimana aku merasa hidup . Merasa dimabuk kepayang.

Bukankah segalanya begitu indah, sampai kadang kau merasa segalanya hanya imajinasi yang berkutat di dalam kepalamu? Karena kau merasakan ini terlalu hebat untuk jadi kenyataan. Ah, aku berterima kasih pada kehidupan. Atas segala hal yang dapat kurasakan.Sejenak aku merasakan surga yang sebenarnya.

Aku tahu bahwa surga pun tidaklah abadi.Bahwa pada akhirnya aku akan menyerahkan kuncinya kembali.Karena ia tak selamanya untukku.Meskipun aku mampu berbuat jahat dengan mencurinya.Aku tetap harus berpikir lebih baik dari itu.

Aturan dalam kehidupan yang utama: kita tidak akan selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Jadi , aku mengingatkan pada diriku : untuk tidak jadi keras kepala.

Aku tahu, sangat tahu bahwa aku akan menghadapi hal yang tak terkira nantinya. Menyadari bahwa segala hal yang indah akan berakhir tanpa peduli apakah aku siap atau tidak.

Ini kehidupan, bukan? Dia tidak akan berhenti untuk memberikan hal buruk hanya karena aku mengatakan belum siap. Yang seharusnya terjadi pasti akan terjadi. Sekeras apapun kita berusaha mencegahnya, pada akhirnya kita hanya akan mengulur waktu .

Uluran waktu yang membuat kita mempersiapkan diri. Atas segala kemungkinan terburuk . Pada segala keputusan yang mungkin salah . Yang tidak bijak sehingga akhirnya berubah jadi kefatalan akut yang membuatmu merasa berada pada neraka terbawah .

Aku semakin melantur, aku tahu.

Rasanya lebih baik melantur, berputar-putar, mengulur-ulur waktu, agar masa itu tidak akan datang

Sebuah hal yang sia - sia, bukan?

Ya, aku tahu.

Tapi sudahlah, sebaiknya aku duduk dan melihatnya saja. Sang waktu sudah siap mengeksekusi

- Jurnal 30, Bab 3, Amalia FR

Comments

Popular Posts