Bab 17 - Keputusan Sepihak

Lee membuka pintu dan menemukan Larry terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya sedikit lecet dan tangan kanannya diperban.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Lee sambil duduk disisi kanannya.

"Senang karena kau ada disini sekarang," Larry tersenyum. "Kau sudah melihat apartemenmu?"

Lee menganguk. "Terbakar habis dan kami semua belum diperbolehkan masuk."

"Ini benar-benar aneh," gumam Larry. "Aku baru saja keluar dari lift dan terdengar bunyi ledakan. Tidak hanya satu tapi lebih. Semua orang menjerit dan api mulai terlihat."

"Kudengar kau mematahkan tulang keringmu untuk menyelamatkan keluarga Addison." kata Lee menyebut keluarga yang tinggal dua pintu dari Lee. "Aku bertemu dengan si istri di Lobby dan terus mengatakan bagaimana kau dengan beraninya menyelamatkan mereka."

"Dan mematahkan tulang kering kaki kananku," Larry membalas dengan meringis.

"Aku cukup senang kau baik-baik saja. Aku pikir tadinya kau.., " Lee tidak meneruskan kata-katanya. Dia tidak sanggup membayangkan hal terburuk yang akan menimpa manusia yang paling dipedulikannya itu.

"Lee," panggil Larry dengan suara dalam dan tenang.

Dengan cepat Lee berusaha membaca situasi. Sepertinya akan ada pembicaraan yang lebih serius.

"Dimana kau sebenarnya pada saat aku menghubungimu? " Larry menatap Lee tanpa berkedip.

"Aku bersama Geraldine di rumah sakit, " Lee berusaha bertahan dengan kebohongan yang telah dibuatnya.

"Aku baru saja menjenguk Geraldine di rumah sakit dan hanya ada Jean dan Gayle," suara Larry terdengar serius. "Apa yang tengah kau lakukan sebenarnya?"

Lee berusaha tenang dan mencoba tersenyum. "Aku..."

"Berhentilah membohongiku. Aku sudah tahu yang sebenarnya terjadi."

Lee mengangkat kedua alisnya. Mendengarkan.

"Semua pembunuhan yang selama ini kutangani, semua korbannya adalah pelaku kekerasan seksual."

"Dan?"

"Mereka memiliki kaitan erat dengan para pasienmu."

"Lalu?"

Larry menatap lama Lee. "Aku tahu kau yang melakukan pembunuhan berantai itu. Gayle berusaha menyembunyikan jejakmu. Tapi aku tahu."

Lee bersender di kursinya, ternyata inilah waktunya untuk memutuskan.

"Kenapa kau harus membunuh mereka dengan tanganmu sendiri? Kenapa kau tidak membiarkan kami membantumu?" Larry langsung mengejar Lee dengan pertanyaan.

"Aku rasa jawabannya sudah jelas," jawab Lee, tenang. "Kalian tidak melenyapkan mereka. Kalian hanya menghentikan mereka sementara."

Larry mengerling, "Kenapa melenyapkan?"

"Karena terkadang satu-satunya cara agar beberapa manusia terselamatkan adalah dengan mengorbankan beberapa manusia yang terbukti merusak."

"Tapi bukankah selalu ada orang yang jahat dan yang baik di dunia ini?"

"Orang jahat akan selalu ada jika kita tidak menindaklanjutinya dengan cara melenyapkannya."

"Tapi bukankah kita yang melenyapkannya sama jahatnya dengan mereka yang dilenyapkan itu?"

"Ada sebuah perbedaan besar antara kita dan mereka," jawab Lee, tajam. "Kita melindungi yang lemah dan mereka berusaha menyakiti yang lemah."

Larry tampak ingin membantah.

"Jadi, apakah kau ingin menahanku?" Tembak Lee, langsung.

Larry menggeleng. "Aku tidak akan melakukannya. Aku rasa aku paham mengapa kau melakukannya."

"Apa yang kau pahami?" tanya Lee dengan nada yang sedikit meninggi. "Bukan kau yang setiap hari menghadapi para manusia malang itu. Yang trauma dan ketakutan untuk menjalani kehidupan. Bukan. Apa kau tahu apa yang lebih ironis? para bajingan yang telah membuat hidup mereka menderita itu masih tetap berkeliaran bebas dengan cara menyuap kalian."

"Kami juga merasakan hal yang sama sepertimu. Tapi kami harus mengikuti prosedur yang ada dan.." Larry berusaha tidak terprovokasi.

Lee mendengus. "Prosedur yang memberikan celah bagi mereka untuk bebas dari segala perbuatan biadab mereka?"

"Lee, dengarkanku aku dulu."

"Kau yang harusnya mendengarkan aku," potong Lee sambil berdiri dari tempat duduknya. "Kau lakukanlah apa yang seharusnya kau lakukan dan aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan."

"Apa yang akan kaulakukan?"

"Aku akan membunuh mereka semua."

Larry terdiam dan menatap Lee sedih. "Aku peduli tentang keselamatanmu."

Lee tersenyum. Dia kemudian melepaskan cincin di jari manisnya dan bergerak ke arah Larry. "Kau tahu? Geraldine memang benar. Kau dan yang lainnya sama saja. Jadi, bagaimana kalau kau berhenti untuk menyelidiki pembunuhan itu?"

"Bagaimana kalau tidak?"

Larry menatap Lee dengan tajam.

"Aku tidak segan-segan membunuhmu."

Lee tersenyum sambil meletakkan cincin kesayangannya di telapak tangan Larry.

"Aku percaya bahwa kau adalah orang yang baik," kata Larry, dalam. "Aku pikir aku bisa membantumu."

Lee berbalik dan berjalan meninggalkan Larry.

"Kau tahu bahwa aku akan selalu mencintaimu ,bukan?"

Lee tidak menggubrisnya.

"Ya, Lee, aku mencintaimu. Selalu. Jadi ingatlah itu baik-baik."

Lee mempercepat langkahnya. Hatinya berkecamuk. Ia merasa sangat marah dan ingin berteriak.

- Selamat Pagi, dr.Biel, Bab 17, Amalia Fr

Comments

Popular Posts