Bab 1 - Pukulan Telak Untuk Lina
"Semuanya udah ancur, Sin! "
Lina tampak bersimbah air mata ketika aku membuka pintu apartemenku tepat pada waktunya.
"Emang kenapa, Lin? " tanyaku berusaha untuk menyatukan diri dari rasa kantuk akut. Ini masih jam satu pagi. Aku berharap seluruh tetanggaku tidak terbangun karena jeritan Lina meskipun disaat bersamaan aku setengah menyesal memberikan akses apartemen cadanganku padanya.
"Arya selingkuh, " kata Lina penuh sesak sambil masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu persetujuan dariku apakah dia boleh bertamu atau tidak pada jam seperti ini.
Aku segera menutup pintu, menguncinya kembali dan mengikuti Lina yang langsung memutuskan untuk segera duduk di sofa kulitku.
"Akhirnya dia ngaku kalau dia selingkuh sama anak buahnya itu. Sialan."
"Sama cewe itu? Siapa namanya? Melisa?" Aku berusaha mengingat. Rasa kantukku mulai menghilang.
"Midia!" Lina mengoreksi sambil menangis lebih kencang. "Midia Kamila!"
Nama sinetron. Mungkin orang tuanya suka nonton sinetron?
"Gue akhirnya skakmat dia, Sin. Gue minta dia buka itu kunci hapenya dan tunjukin WA dia. Gila, ternyata udah ampir enem bulan ini mereka sama-sama..."
"Seriusan lo?" Aku duduk di sampingnya sambil memberinya tisu.
"Beneran, Sin. Dia juga akhirnya ngaku dan gue...gue langsung minta cerei."
"Terus?"
"Dia setuju untuk cerei. Itu perempuan sekarang hamil tiga bulan. Dia bilang dia mau nikahin itu perempuan dan gue langsung pergi dari rumah ga mau denger apa-apa lagi," Lina nangis sesegukan. "Gue kalah, Sin. Gue kalah."
Aku menatap Lina. Kami sudah cukup lama bersahabat. Aku tahu bahwa ini sangat menyakitkan untuknya. Seumur hidupnya dia hanya mengenal satu orang laki-laki bernama Arya Aditya. Kami semua bersekolah di tempat yang sama. Lina selalu mengatakan padaku bahwa Arya adalah belahan jiwanya dan dia ingin menjadi pendamping hidupnya sampai maut memisahkan. Sebuah impian klise yang ambisius dari seorang anak SMP. Tapi , Lina berhasil menikah dengan Arya dan mereka tampak bahagia.
"Engga, Lin," sanggahku. "Lo ga boleh nyerah."
"Gue ga sanggup, Sin," Lina menyenderkan kepalanya ke sofa. Dia tampak sangat lelah. Sepertinya dia sudah cukup lama menangis sebelum sampai ke sini. "Salah gue apa ya, Sin?"
Aku terdiam.
"Gue udah berusaha untuk jadi istri yang baik buat dia. Gue berusaha untuk ngikutin maunya dia.Karir gue lagi tinggi-tingginya dan dia minta gue berhenti kerja, gue lakuin, Sin. Gue bahkan ngandung karena dia bilang dia pengen punya anak padahal gue belom siap.."
Lagi-lagi aku terdiam.
"Gue korbanin hidup gue demi dedikasiin diri gue buat dia. Tapi ini apa? Ini hasil dedikasi yang udah gue kasih ke dia? Selingkuh sama orang yang jauh lebih muda dari gue dan lebih seksi dari gue?"
Aku menatap Lina dan lagi-lagi terdiam. "Ummm, emang lo masih mau sama dia?"
"Gue ga tau. Sial , gue jadi ga sempet jemput Arin di rumah eyangnya malem ini...."
Arin adalah anak tunggal yang berhasil tumbuh sehat setelah Lina mengalami tiga kali keguguran.
"Besok gue jemput dia. Tenang," kataku cepat.
"Gue rasanya mau mati aja," kata Lina sambil menatapku dengan getir.
"Enak aja lo ngomong gitu," protesku. "Lo ga boleh ngebangke gini. Lo harus lawan balik dong, Lin!"
"Susah buat lawannya," Lina semakin pesimis. "Lo liat gue sekarang, ga ada menariknya. Gue ga ada apa-apanya dibanding itu cewe."
"Oke, mungkin lo bener, tapi untungnya lo punya sohib yang bisa nunjukin kalo lo bisa salah," bantahku optimis. "Lo bakalan ketawa bahagia pada akhirnya. Percaya deh sama gue."
Lina mulai menangis lagi.
"Gue tau ini berat buat lo tapi gue rasa adalah salah kalau lo yang harus hancur sendirian bukannya mereka berdua. Apalagi sampe mo mati. Ga banget sih lo."
"Terus gue harus gimana?"
Aku memegang bahunya dan menatap dengan tajam ke arah matanya yang terus basah. "Lo bakalan lawan balik dan gue akan bimbing lo ke jalan yang benar. Ga seperti kebanyakan orang yang nyerah, lo, dengan bantuan gue tentunya, bakalan bales itu semua. Lo bakalan tahu apa itu sweet revenge."
Lina menatapku dan berhambur memelukku.
***
-Kembaliin Suami Gue, Bab 1
Comments
Post a Comment