BAB 1 - Percakapan yang tak diharapkan

"Kau tidak ingin punya anak? "

Ronan tertawa mendengar pertanyaan Sandy.

"Aku sudah 40 tahun. Ini masa kejayaanku. Kau pikir aku ingin menghancurkannya dengan satu anak lagi? Tidak, terima kasih. "

Cukup adil, pikir Sandy. "Jadi kau punya anak? "

Ronan memperhatikan Sandy dan tersenyum getir. "Aku pernah menikah. Usia muda. Kau tahu ? kadang masa muda adalah masa dimana kau merasa sangat menguasai keadaan meskipun kenyataannya tidak. Jadi, aku menikahi pacar pertamaku. Caroline. Kami bersahabat sejak kecil. Jadi ini seperti sesuatu yang tepat. Segalanya sangat tepat dan sempurna. Tapi kau tahu seiring berjalannya waktu segala khayalan indah tentang kehidupanmu yang nyaris sempurna akan terbunuh dengan kenyataan. Singkat cerita, kami memiliki anak perempuan yang cantik dan ia tidak tumbuh dengan sangat baik. Setelah satu tahun Caroline melahirkannya ke dunia, anak malang itu sudah tidak bernapas. Sejak itu segalanya memburuk. Caroline seperti membenci dirinya sendiri dan membenciku. "

Sandy terhenyak dan merasa tidak nyaman. Bukan ini yang diharapkannya. Dia tidak peduli dengan masalah hidup orang lain. Dia hanya ingin keluar, berkencan dan melupakan seseorang yang benar-benar ingin dikeluarkannya dari sistemnya. Seharusnya dia sedang tertawa bukan menuju ke masa depresi. Jadi dia menenggak minumannya.

"Bagaimana denganmu? " Ronan akhirnya bertanya. "Kau sepertinya sedang ingin membicarakan sesuatu? "

Sandy nyaris tertawa. Jelas dia ingin membicarakan sesuatu yang merusak isi kepalanya selama nyaris seminggu ini. Dia benar-benar ingin menjerit. Tapi akhirnya Sandy hanya menggeleng. Jika dia harus membicarakannya, jelas akan muncul sebuah sosok yang tidak diinginkannya mengisi pikiranya saat ini.

"Kau menikah? " Ronan membuat pertanyaan yang sama sekali tidak menarik. Ini bukan sesi tanya jawab soal latar belakang. Ini hanya pertemuan antara dua orang asing yang ingin bersenang-senang.

Sandy mencondongkan badannya dan menunjukkan jari manisnya yang kosong. "Lajang dan bahagia. "

Ronan tertawa dan menjadi sedikit nakal. Dia kembali menjadi sosok yang seharusnya. Arogan dan tak berperasaan bukan seorang yang melankolis. Itu kenapa Sandy memilihnya. Tidak akan ada yang perlu disesali ketika pertemuan berakhir. Ini seharusnya menjadi sesuatu yang tidak berarti.

"Aku banyak mengenal perempuan. Tapi kau bukan perempuan seperti itu. Aku pikir kau sedang marah dan ingin melampiaskannya padaku. "

Sandy mendelik, " Karena aku bukan gadis seumuran anakmu yang rapuh dan membutuhkanmu? "

Ronan mencoba untuk tak tersinggung. "Kau baru minum dua gelas dan kau sudah mabuk? "

"Ya, karena selama ini aku hanya minum cola, " Sandy berusaha menyingkirkan gelasnya yang kosong.

"Kau pasti sangat mencintainya. Ya? "

"Apa? "

"Orang itu. Siapapun dia. Kau pasti sangat peduli dengannya. "

Sandy tersenyum sinis. "Si brengsek itu? "

"Kau tahu aku menyukaimu, Sandy? " Ronan berbicara dengan penuh simpatik. "Jadi aku akan membuat pengecualian denganmu. "

"Maksudmu? "

"Akui saja, kau berantakan. Kau kehilangan kendali dan kau tersesat. Aku pernah berada di sana. Itu benar-benar menyebalkan. Menghadapinya sendirian. Jadi, aku akan menemanimu menghadapinya. "

"Itu cara yang aneh untuk mengajak seseorang untuk tidur, " Sandy berucap sinis. "Apa cara itu selalu berhasil dengan para korbanmu?"

Ronan menunjukkan wajah terkejutnya. "Aku bukan predator jika itu yang kau tuduhkan padaku. "

"Apa karena aku terlalu tua untuk menjadi korbanmu? "

"Kau cukup aneh untuk menjadi korbanku. " Ronan tertawa renyah.

Sandy terhenyak. "Itukah aku di mata laki-laki? Aneh? ", ia memegang wajahnya sendiri.

Ronan berhenti tertawa. "Aku tidak bermaksud mengatakannya sebagai sesuatu yang buruk. Kau aneh dengan cara yang.... cukup keren. "

"Kau tahu kau tidak cukup tulus dalam berbohong?"

Ronan memperhatikan Sandy dengan seksama. Mereka hanya selisih 11 tahun tapi dia merasa cukup nyaman dengan perempuan aneh itu. Melihat Sandy yang berantakan mengingatkan pada dirinya sendiri. Masa dimana ia bersumpah tidak ingin kembali ke sana. Tapi kemudian ada keinginan lain yang muncul. Keinginan untuk kembali dan memperbaiki sesuatu. Mungkin inilah kesempatannya untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya saat ini.

Jadi dia duduk, tersenyum cerah. "Dimana saja kau selama ini? " tanyanya.

Sandy menatapnya dengan sepasang mata cokelatnya yang tajam. Tajam tapi penuh kebingungan.

Perempuan yang malang. Ronan tersenyum lebih lebar. Dia ingin menyelamatkannya. Sangat ingin.

***

Penyelamat Terburuk - Bab 1

AFR

Comments

Popular Posts