Rumah?
Kadang aku berpikir bahwa aku tengah terjebak di dalam sebuah dunia yang tidak seharusnya kutinggali.
Aku berusaha mencari orang yang sama denganku. Namun tiap kali aku berjalan, maka beberapa orang tampak begitu bahagia, berpegangan tangan, tertawa lepas, seolah segalanya menjadi ringan.
Merekamelewatiku, berlari ke sana kemari, sementara aku terus berjalan, keluar masuk dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Tiap berada di dalam suatu kelompok, aku merasa tidak begitu bahagia.
Ini bukan rumah, begitulah menurutku.
Lantas dimanakah rumahku untuk pulang?
Ataukah, mungkin rumah itu tidak pernah ada?
Akhirnya aku memilih untuk duduk, terkadang aku melihat ke segala arah, membiarkan alam memelukku.Menemaniku secara tak kasat mata.
Aku , membiarkan angin membelai dengan sayang rambutku.
Apa yang sedang kau cari? Itulah yang selalu kutanyakan pada diriku sendiri.
Aku termenung di tempat yang tidak dapat ditemukan dengan mudah. Alih-alih mengikuti arusi, aku berjalan menjauh, jauh dari keramaian.
Aku ingin menghilang. Ada kalanya aku tidak ingin ditemukan lagi. Kadang aku hanya ingin tidur dan tak lagi membuka kedua mataku. Kau tahu, kadang rasanya melelahkan, berjalan hilir mudik, menikmati segalanya.
Aku ingin berhenti tanpa batas waktu. Hanya duduk di sana sampai menunggu mentari tenggelam dan membiarkan rembulan menyapa dengan gemerlap para bintang.
Kau tahu, anakku yang tak akan pernah ada, ada banyak manusia di muk bumi ini, tapi aku semakin tidak tertarik mengenal mereka. Aku hanya lelah untuk memahami dapat menjadi sebusuk apa mereka pada akhirnya. Mungkin karena aku terlalu berharap tinggi sehingga pada akhirnya aku menjadi begitu kecewa. Pada segala retorika. Arogansi mereka mengenai bagaimana seharusnya dunia bergerak mengikuti keinginan mereka.
Kadang aku ingin bertanya, apakah mereka tidak lelah terus berkhotbah tentang segala hal yang tidak mereka lakukan? Itu menyadarkan aku pada diriku sendiri, kau tahu? Dan rasanya tidak enak.
Aku bukanlah seorang yang membanggakan, kau tahu? jika kau lahir, kau mungkin akan memiliki seorang ibu yang pecundang. Seperti nobita versi perempuan. Tapi ironisnya, aku sangat bangga dan seolah aku bukanlah seorang pecundang.
Percayalah, tidak ada yang menyenangkan selain mengingkari kenyataan. Semakin kau mengingkari, semakin kau nyaman dan kau tidak perlu khawatir lagi.
Kau tahu,? mataku, mulutku, telingaku serta pikiranku sudah begitu lelah berjibaku dengan kemalangan spesies kita. Kadang aku hanya tidak habis pikir, apa yang mereka pikirkan sebenarnya? Bagaimana mungkin mereka bisa begitu khilaf dan saling membenci buta?
Kadang aku pura-pura bodoh meskipun kenyataannya aku memang bodoh. Ini tidak lagi menyenangkan, kau tahu? Memiliki harapan yang indah ditengah -tengah para pembenci kehidupan. Para manusia yang ingin cepat-cepat mati namun tidak berani membunuhi dirinya sendiri dan berharap ada seorang sukarelawan yang membantunya menghabisi diri.
Kau tahu, terkadang cukup berat untuk menikmati sebuah pemandangan indah tanpa berpikir ada banyak pihak yang berkorban untuk membuatnya. Tangis, darah dan keringat.
Apa yang terjadi sebenarnya? Kadang aku ingin terus mencari tahu, tapi semakin aku ingin mencari tahu, tidak ada hal yang dapat kutemukan disana. Kau tahu,? aku seperti kehilangan petunjuk. Tersesat di sebuah titik debu kecil di alam yang tak terbatas (?).
Bisakah kamu mengabarkan aku tentang apa yang terjadi di masa depan? Berapa lama sebaiknya aku bertahan?
Aku ingin pulang.
Aku ingin pulang ke sebuah rumah namun rumah itu sesuatu yang tidak mungkin ada.
Sebagian dari mereka mencoba menenangkan diri dengan menyebut rumah itu surga, tapi mereka tidak pernah benar- benar tahu apakah itu benar adanya karena bisa jadi itu adalah rekaan semata. Akibat dari rasa rindu yang luar biasa akan sebuah rumah.
Aku seperti sebatang kara yang tersesat. Mencari jalan untuk pulang. Tapi sialnya, sebagian besar diriku menolak menyerah. Seolah akan ada rumah yang bisa kubuat di tempat yang tidak benar-benar dapat kupahami ini. Aku tidak mengerti harus membangun darimana. Tapi mungkin kasih sayang bisa menjadi pondasi utamanya?
Ah, bisakah kau datang membantuku?
Ataukah aku sudah terlambat mendatangkanmu?
AFR - Jurnal 30
Comments
Post a Comment